RESUME;

PERKEMBANGAN JIWA KEAGAMAAN PADA ANAK DAN REMAJA





A. Teori Tentang Sumber Kejiwaan Agama
1. Teori Monistik
1)      Thomas Van Aquino
Mengemukakan bahwa yang menjdi sumber kejiwaan agama itu ialah berfikir. Manusia ber-Tuhan karena manusia menggunakan kemampuan berfikirnya. Kehidupan beragama merupakan kegiatan refleksi dari kehidupan berfikir manusia itu sendiri.
2)      Fredrick Hegel
Filosofis Jerman ini berpendapat, agama adalah suatu pengetahuan yang sungguh-sungguh benar dan tempat kebenaran abadi. Berdasarkan hal itu, agama semata-mata merupakan hal-hal atau persoalan yang berhubungan dengan pikiran.
3)      Rudolf Otto
Sumber kejiwaan agama adalah rasa kagum yang berasal dari the wholly other (yang sama sekali lain). Perasaan semacam itulah yang menurut pendapatnya sebagai sumber dari kejiwaan agama pada manusia.
4)      Fredrick Schleimacher
Yang menjadi sumber keagamaan adalah rasa ketergantungan yang mutlak (sense of depend). Dengan adanya rasa ketergantungan yang mutlak ini manusia merasakan dirinya lemah, sehingga manusia akan selalu bergantung kepada suatu kekuasan yang ada di luar dirinya. Berdasarkan rasa ketergantungan itulah maka timbul konsep tentang Tuhan.
5)      Sigmund Frued
Unsur kejiwaan yang menjadi sumber kajiwaan agama ialah libido sexuil (naluri seksual), berdasarkan libido ini timbullah ide tentang ke-Tuhanan dan upacara keagamaan setelah melalui proses:
1. Oedipoes Complex, yakni mitos Yunani kuno yang menceritakan bahwa karena perasaan cinta kepada ibunya, maka oedipoes membunuh ayahnya. Kejadian itu berawal dari manusia primitif, mereka bersekongkol untuk membunuh ayah yang berasal dalam masyarakat promiscuitas. Stelah ayah mereka mati, maka timbul rasa bersalah (sense of guilt) pada diri anak-anak itu.
2. Father Image (Citra Bapak), setelah mereka membunuh ayah mereka dan dihantui oleh rasa bersalah itu, maka timbullah rasa penyesalan. Perasaan itu menerbitkan ide untuk memuja arwah ayah mereka , karena khawatir akan pembalasan arwah tersebut. Realisasi dari pemujaan tersebut sebagai asal dari upacara keagamaan. Jadi, menurut Freud agama muncul dari ilusi (khayalan) manusia.
6)      William Mac Dougall
Sumber kejiwaan agama merupakan kumpulan dari beberapa instink. Menurut Mac Dougall, pada diri manusia terdapat 14 macam instink, maka agama timbul dari instink secara terintegrasi.

B. Timbulnya Jiwa Keagamaan pada Anak
1.      Rasa Ketergantungan (Sense of Depend)
Teori ini dilemukakan oleh Thomas melalui teori four wishes. Menurutnya manusia dilahirkan kedunia mempunyai empat keinginan yaitu: keinginan untuk perlindungan (security), keinginan akan pengalaman baru (experience), keinginan untuk mendapat tanggapan (response), keinginan untuk dikenal (recognation).
2.      Instink Keagamaan
Menurut Woodwoorth, bayi yang dilahirkan sudah memiliki beberapa insting diantaranya insting keagamaan.

C. Perkembangan Agama pada Anak
1. The Fairly Tale Stage (Tingkat Dongeng)
Pada tahap ini anak yang berumur 3 – 6 tahun, konsep mengeanai Tuhan banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi, sehingga dalam menanggapi agama anak masih menggunakan konsep fantastis yang diliputi oleh dongeng- dongeng yang kurang masuk akal.
2. The Realistic Stage (Tingkat Kepercayaan)
Pada tingkat ini pemikiran anak tentang Tuhan sebagai bapak beralih pada Tuhan sebagai pencipta. Hubungan dengan Tuhan yang pada awalnya terbatas pada emosi berubah pada hubungan dengan menggunakan pikiran atau logika. Pada tahap ini teradapat satu hal yang perlu digaris bawahi bahwa anak pada usia 7 tahun dipandang sebagai permulaan pertumbuhan logis, sehingga wajarlah bila anak harus diberi pelajaran dan dibiasakan melakukan shalat pada usia dini dan dipukul bila melanggarnya.
3. The Individual Stage (Tingkat Individu)
Pada tingkat ini anak telah memiliki kepekaan emosi yang tinggi, sejalan dengan perkembangan usia mereka. Konsep keagamaan yang diindividualistik ini terbagi menjadi tiga golongan:
  1. Konsep ketuhanan yang konvensional dan konservatif dengan dipengaruhi sebagian kecil fantasi.
  2. Konsep ketuhanan yang lebih murni, dinyatakan dengan pandangan yang bersifat personal (perorangan).
  3. Konsep ketuhanan yang bersifat humanistik, yaitu agama telah menjadi etos humanis dalam diri mereka dalam menghayati ajaran agama.

D. Sifat-sifat Agama pada Anak-anak
a. Unreflective (kurang mendalam/ tanpa kritik)
Kebenaran yang mereka terima tidak begitu mendalam, cukup sekedarnya saja. Dan mereka merasa puas dengan keterangan yang kadang- kadang kurang masuk akal. Menurut penelitian, pikiran kritis baru muncul pada anak berusia 12 tahun, sejalan dengan perkembangan moral.
b. Egosentris
Sifat egosentris ini berdasarkan hasil ppenelitian Piaget tentang bahasa pada anak berusia 3 – 7 tahun. Dalam hal ini, berbicara bagi anak-anak tidak mempunyai arti seperti orang dewasa. Pada usia 7 – 9 tahun, doa secara khusus dihubungkan dengan kegiatan atau gerak- gerik tertentu, tetapi amat konkret dan pribadi. Pada usia 9 – 12 tahun ide tentang doa sebagai komunikasi antara anak dengan ilahi mulai tampak. Setelah itu barulah isi doa beralih dari keinginan egosentris menuju masalah yang tertuju pada orang lain yang bersifat etis.
c. Anthromorphis
Konsep anak mengenai ketuhanan pada umumnya berasal dari pengalamannya. Dikala ia berhubungan dengan orang lain, pertanyaan anak mengenai (bagaimana) dan (mengapa) biasanya mencerminkan usaha mereka untuk menghubungkan penjelasan religius yang abstrak dengan dunia pengalaman mereka yang bersifat subjektif dan konkret.
d. Verbalis dan Ritualis
Kehidupan agama pada anak sebagian besar tumbuh dari sebab ucapan (verbal). Mereka menghafal secara verbal kalimat- kalimat keagamaan dan mengerjakan amaliah yang mereka laksanakan berdasarkan pengalaman mereka menurut tuntunan yang diajarkan pada mereka. Shalat dan doa yang menarik bagi mereka adalah yang mengandung gerak dan biasa dilakukan (tidak asing baginya).
e. Imitatif
Tindak keagamaan yang dilakukan oleh anak pada dasarnya diperoleh dengan meniru. Dalam hal ini orang tua memegang peranan penting. Pendidikan sikap religius anak pada dasarnya tidak berbentuk pengajaran, akan tetapi berupa teladan
f. Rasa heran
Rasa heran dan kagum merupakan tanda dan sifat keagamaan pada anak. Berbeda dengan rasa heran pada orang dewasa, rasa heran pada anak belum kritis dan kreatif. Mereka hanya kagum pada keindahan lahiriah saja. Untuk itu perlu diberi pengertian dan penjelasan pada mereka sesuai dengan tingkat perkembangan pemikirannya. Dalam hal ini orang tua dan guru agama mempunyai peranan yang sangat penting.

E. Perkembangan Jiwa Keagamaan pada Remaja
a. Pertumbuhan Pikiran dan Mental
b. Perkembangan Perasaan
c. Pertimbangan Sosial
d. Perkembangan Moral:
a). Self-directive, taat terhadap agama atau moral berdasarkan pertimbangan pribadi.
b). Adaptive, mengikuti situasi lingkungan tanpa mengadakan kritik.
c). Submissive, perasaan adanya keraguan terhadap ajaran moral dan agama.
d). Unadjusted, belum meyakini akan kebenaran ajaran agama dan moral.
e). Deviant, menolak dasar dan hukum keagamaan secara tatanan moral masyarakat.
e. Sikap dan Minat
f. Ibadah

 F. Konflik dan Keraguan
1). Kepercayaan, menyangkut masalah ke-Tuhanan dan implikasinya terutama (dalam agama Kristen) status ke-Tuhanan sebagai Trinitas.
2). Tempat Suci, menyangkut masalah pemuliaan dan pengagungan tempat-tempat suci agama.
3). Alat perlengkapan keagamaan, seperti fungsi salib dan rosario dalam kristen.
4). Fungsi dan tugas staf dalam lembaga keagamaan.
5). Pemuka agama, Biarawan dan Biarawati.
6). Peradaban aliran dalam keagamaan, sekte (dalam agama Kristen), atau madzhab (Islam).
Konflik ada beberapa macam diantaranya:
1). Konflik yang terjadi antara percaya dan ragu.
2). Konflik antara pemilihan satu diantara dua macam agama atau ide keagamaan serta lembaga keagamaan.
3). Konflik yang terjadi oleh pemilihan antara ketaatan beragama atau sekularisme.
4). Konflik yang terjadi antara melepaskan kebiasaan masa lalu dengan kehidupan keagamaan yang didasarkan atas petunjuk Ilahi

Posting Komentar

0 Komentar