Bismillahi Arrahmani Arahimi
Nur Cholis majid dalam beberapa dialognya
pernah mengatakan bahwa kata santri berasal dari kata ‘Cantrik’ (bahasa
sansekerta atau jawa), yang berarti orang yang selalu mengikuti guru.
Sedang versi yang lainya menganggap kata ‘santri’ sebagai gabungan antara kata
‘saint’ (manusia baik) dan kata ‘tra’ (suka menolong). Sehingga kata
pesantren dapat berarti tempat pendidikan manusia baik-baik.
Tapi bia kita fahami pengertian santri yang
diutarakan oleh cak nur diatas adalah sebuah definisi santri yang ditinjau dari
hasil belajar mereka-dalam artian ketika sudah selasai mengabdi dan belajar
secara benar dalam sebuah institusi pesantren-tapi yang tidak kalah pentingnya
dalam era milenial ini adalah sebuah proses santri sehingga ereka bisa
mendapatkan predikat seperti yang setara diatas(definisi) yakni orang yang suka
menolong.
Yang perlu kita tinjau disini apakah santri
sekarang dengan santri dulu itu harus sama, dalam artian sama ialah model
pembelajarannya atau harus dirubah dengan menimbang keadaan zaman sekarang
dengan zaman dulu itu berbeda, disini harusnya kita ungkap satu persatu,
sehingga nantinya bisa mejadi koridor atau batasan-bataan santri menimbah ilmu
di sebuah institusi pendidikan.
Santri adalah sebuah sosok pembaharu, seperti
yang dikatakan oleh DR Hamid Fahmi Zarkasy, santri tidak hanya bisa menjaga
tradisi, tetapi juga bisa menghadapi modernisasi, merespons gobalisasi, dan
melakukan counterliberalisasi.
Ada pergeseran paradigma terhadap santri,
khususnya pengakuan peran santri dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh
karena itu, usaha sekularisasi ini harus direspon oleh santri dengan peran yang
lebih aktif. Santri harus belajar dengan sungguh-sungguh ketika dalam
pesantren, santri harus mengikt apa yang sudah di sistemkan oleh pengurus
yayasan podok pesatrn jika itu baik, dan juga santri harus megkritk sistem
pondok yangtelah di tetapkan jika itu tidak mendukng keadaan santri di
lapangan.
Hakikat satri dalam pesantren bagaikan
seseorang yang sedang belanja di pasar, maka dari itu santri harus tahu mana
barang yang harusnya dia pelajari dan nantinya akan di berikan kepada umat
dengan keikhlasan hati tanpa mematok bayaran. Maka dari itu harusnya santri itu
tidak di persulit ketika memang dia merasa salah memilih bidang yang mereka
tekuni-dalam artian mereka sebelumnya belum tahu apa yang akan mereka tekuni
itu- jika mereka ingin berpindah ke lain disiplin ilmu maka pihak pengurus pesantren
seharusnya membantu dan mendukung keinginan santri tersebut, asalkan
perpindahan itu ditimbang karena displin ilmu yang mereka tuju itu adalah
displin ilmu yang benar-benar meraka butuhkan ketika mereka menyamppakan dakwah
keagaman ke masyarakat di esok hari.
Kataknlah ada beberaa santri yang masuk
pesantren dengan mengambil jurusan teknik informatika tapi dia serasa ilmu yang
dia tekuni tidak sesuai dengan bakat dia, atau bahkan dia sudah berfikir bahwa
ilmu yang mereka pelajari tidak akan maksimal ketika diamalkan di kapung halamannya-karena
keadaan kampung halaman dari santri itu sangatlah minim dengan teknologi
informatika. Maka kewajiban pengurus pesantren seharusnya membantu keinginan sanatri
tersebut, tidak boleh dipersulit apalagi dilarang, karea nantinya akan
menciderai semangat santri untuk menempuh ilmu pendidikan.
Dan yang tak kalah pentingnya, keadaan di era
milenial ini sangatlah banyak perasaahan baru, yang nantiya menjadi sebuah
kewajiban seorang santri untuk bisa mencarika sebuah solusi yang baru pula,
maka dari itu santri hars belajar dengan sungguh-sungguh, Tidak boleh ahnya
mengedepankan barakah dari Para Kiai tapi juga harus menguatkan intelektual
mereka, karena Barakah tidaklah jelas dan pasti adanya. “Belajarlah dengan
giat, karena umat sudah menunggumu,”
Waalahul Muwafiq Ila Aqwamith Athariq
0 Komentar